Mewujudkan Kebahagaiaan Yang Rasional

 


Kebahagiaan memiliki banyak definisi tergantung dari perspektif mana kita ingin mendefinisikannya. Kaum hedonis berpendapat bahwa kebahagiaan adalah kepemilikan hal-hal material seperti uang, seks, pesta minuman dan seterusnya. Mungkin barangkali mayoritas dari kita meyakini hal ini sebagai kebahagiaan dan itu tidak sepenuhnya benar dan tidak sepenuhnya salah, sebab hidup ini netral.


Jika ditinjau dari segi psikologis bahwa kebahagiaan adalah kondisi dimana kita merasa aman, nyaman, tentram dan seterusnya dan terhindarkan dari perasaan-perasaan negatif. Untuk mencapai titik dimana kita merasa aman, nyaman, tentram dan seterusnya beserta dijauhkan dari emosi atau pikiran-pikiran negatif harus memiliki uang, atau apapun itu yang sifatnya materil sesuai keinginan kita. Contoh yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari ialah disaat kita merasa marah dengan gawai kita yang lemot, merasa kesal karena penyimpanan gawai kita sudah penuh padahal kita ingin menyimpan file yang sangat penting, film terbaru misalnya. 


Padahal kebahagiaan eksternal seperti kekayaan, pasangan, keinginan akan gawai terbaru dan seterusnya hanyalah kebahagiaan yang semu dan tidak sejati dan sifatnya lemah dan memperbudak diri sendiri. Dengan memiliki gawai terbaru dan termutakhir apakah menjamin kebahagiaan? Tentu tidak karena penderitaan akan selalu datang setelahnya. Jika kebahagiaan diukur dengan materi lalu apa kabar dengan mereka yang tidak punya rumah dan menggantungkan hidupnya di jalanan, mereka tetap ramah, mereka tetap tersenyum dan tertawa bahkan tawanya lebih nyaring dari orang yang punya segalanya (harta,tahta, wanita) Lalu bagaimanakah kebahagiaan yang sejati dan bagaimana cara meraihnya?


Saya memiliki banyak keinginan untuk memuaskan hasrat saya, tetapi karena keterbatasan saya gagal dalam memenuhi keinginan saya tersebut. Persepsi saya akan barang yang saya ingini akhirnya berbelok dari yang tadinya barang itu sangat penting dan harus saya miliki menjadi tidak penting lagi. 


Seperti itulah caranya untuk meredam keinginan bersifat materil dan fana kita untuk meraih kebahagiaan yang sejati. Saya merekontruksi ulang persepsi saya mengenai kebahagiaan yang bersumber dari luar(eksternal) dengan cara seperti itu saya terhindar dari kebahagiaan yang menurut saya tidak rasional.


Mugkin sulit untuk bersikap menolak apa yang kita inginkan namun begitulah realitanya, hal ini juga bisa diterapkan pada orang yang terlalu overthinking akan sesuatu hal. Contohnya ketika kita telah melakukan suatu pertemuan dengan teman atau pacar, setelah pertemuan itu kita sampai di rumah menutup kamar, berbaring dan memikirkan terlalu dalam apa yang seharian kita lakukan saat pertemuan itu. Kita mempertanyakan sesuatu yang bukan merupakan hak kita untuk mengetahui jawabannya seperti, apakah aku berpenampilan menarik?apakah aku tidak mengucapkan kata-kata yang jelek?apakah aku kelihatan aneh? Dan lain-lain.


Semua asumi mengenai pikiran, persepsi dan tindakan orang lain itu bukan urusan kita dan kita tentunya tidak pantas untuk memikirkannya. Apakah rasional ketika kamu meraih telepon lantas menghubungi teman kamu tadi lalu bertanya, apakah kalian melihatku aneh?apakah kalian menggosipkan hal-hal buruk padaku? Tentu tidak bukan, sebab menggantungkan kebahagiaan pada hal-hal eksternal yang bukan kuasa diri kita adalah sesuatu yang tidak rasonal.


Kita tidak akan pernah puas jika berlandaskan pada kebahagiaan yang materil, ketika kita berhasil satu impian kita maka impian yang lain akan berusaha pula untuk kita wujudkan semata-mata agar hasrat kita akan kebahagiaan(baca kesenangan semu) tercapai. 


Jika seperti itu bagaimana dengan orang yang berada dalam penjara, gerak langkahya diatur sedemikian rupa oleh sistem lembaga pemasyarakatan agar menjadi disiplin dan cenderung otoriter terhadap kebebasan dirinya. Saya teringat sebuah film berjudul shawsank redemption dimana perjuangan dari Andy Dufresne untuk melawan dirinya sendiri akibat tuduhan palsu yang mengakibatkan dia dipenjara. Tidak terbayang bagaimana ketika ia divonis penjara seumur hidup akibat dari sesuatu yang tidak pernah ia lakukan. Pada awal mula ia dipenjara ia merasakan kesedihan dan stres yang mendalam, namun lama-kelamaan ia berhasil untuk beradaptasi dan berdamai dengan keadaan setelah ia bersahabat dengan Ellis Boyd Redding. Di dalam penjaraa belajar banyak hal bersama Redding, dan sampai kemudian berhasil kabur dari penjara berkat lubang yang ia gali bertahun-tahun menggunakan palu kecil. 


Saya merekomendasikan film ini untuk ditonton sebagai bahan refleksi dan kontemplasi diri akan kehidupan yang semata-mata mengejar harta, tahta, dan wanita. Kebebasan dari belenggu pikiran yang membuat depresi dapat kita pelajari dari kisah persahabatan Andy Dufresne dan Redding. Ia berhasil merekonstruksi ulang persepsinya mengenai kebahagiaan berdasar atas realita yang ia jalani, tidak bergantung pada kebahagiaan yang berasal dari luar dan fokus pada keadaannya saat ini patut kita pelajari dari sosok Andy Dufresne. Sebenarnya banyak sisi pelajaran positif dari film ini namun saya kira jika saya menceritakan semuanya maka ini seperti spoiler film ketimbang tulisan tentang kebahagiaan yang hakiki.







Post a Comment for "Mewujudkan Kebahagaiaan Yang Rasional"